EEPIS Online, Selain KRI dan
KRCI, running tes KRSI juga menarik perhatian dari banyak kalangan. Maklum ini
merupakan kontes robot seni pertama di Indonesia. Keunikan robot terlihat ketika masing-masing
tim menampilkannya di atas panggung. Robot dengan wajah boneka Barbie, robot
menyerupai ondel-ondel, robot dengan wajah wayang, robot berbentuk sinden, dan masih banyak lagi lainnya yang cukup menyita perhatian peserta.
Sebelum pelaksanaan running tes KRSI, juri sempat menyampaikan beberapa poin penilaian dalam kontes ini. Diantaranya adalah pengetahuan seputar robot yang dibuat, penilaian terhadap bentuk dan tampilan fisik serta yang paling utama adalah kemampuan robot mengontrol geraknya berdasarkan ritme musik. Juri pun lantas melakukan tanya-jawab kepada setiap perwakilan peserta. “Anda harus menjawab pertanyaan
dari dewan juri dengan tujuan untuk mendapat nilai system mekatroniks robot
penariâ€, ujar dewan juri kepda peserta. Juri selanjutnya menilai dari desain penampilan luar yang mengisyaratkan unsur seni .
Setelah itu kostum masing-masing robot dibuka untuk menilai struktur dalamnya. “Membuka
baju robot tidak semudah membuka baju yang membuatnya, jadi diharapkan
kesabarannya.†Ujar juri.
Urutan robot yang berjumlah dua
belas ini tersusun atas Scylia (ITS), SRI (PENS), Art Sabiya (Politeknik Manufaktur Astra), LOKATMALA (Politeknik Negeri Bandung), ELIT (Institut Teknologi Nasional Malang), GENDING 205 (STMIK "MDP" Palembang), SISUI (Universitas Mercu Buana), NO-Gleng (Universitas Muhammadiyah Surakarta), Q-Think (Universitas Merdeka Malang), MARAWIZ (Universitas Bhayangkara Surabaya), Aadiyat (Universitas Sriwijaya), Luviouzo (Universitas Gadjah Mada). Robot
harus tersusun sesuai urutan dengan nomor robot 7-12 di depan dan nomor 1-6
dibelakang.
Dalam setiap sesi pertandingan,
dua robot tim peserta akan diletakkan di atas panggung, masing-masing robot
diletakkan dalam lingkaran putih berdiameter 2000mm, tebal garis putih pembatas
adalah sekitar 30 mm. Lingkaran ini berfungsi sebagai batas gerak robot dalam
melakukan gerakan tari mengikuti alunan music yang disediakan oleh panitia.
Sementara lagu instrument diputar
oleh panitia, tim juri akan berkeliling untuk memberikan nilai kepada setiap
robot tim. Kategori penilaian meliputi kemampuan sinkronisasi bergerak sesuai
alunan musik, dimana kali ini diiringi oleh lagu Bubuy Bulan dari daerah Jawa
Barat. Kemudian variasi gerakan tarian robot seperti keluwesan robot dalam
menari, goyangan robot, dan gerakan-gerakan kaki-tangan atau mungkin kepala
robot.
Ketentuan lain dari dewan juri
yaitu untuk robot yang menggunakan telinga (sensor) sebagai pendengar, total
nilai akan dikalikan dengan factor 1,6, sedangkan untuk robot yang menggunakan
kabel untuk mendengarkan musik tidak mendapatkan tambahan nilai dari faktor
pengali.
Running tes II
KRSI,masing-masing robot menari tanpa busana. Ini karena juri ingin melihat
struktur dalam robot ketika menari. Robot disimulasikan menari seperti
pertandingan sesungguhnya secara berpasangan dalam waktu 1.30 menit. Namun pada
saat pertandingan nanti, music akan diputar selama 3 menit. Juri berhak
memberhentikan sejenak lagu secara tiba-tiba untuk menguji kepekaan sensor
robot terhadap lagu. Dua sisi pasangan yaitu dari sisi biru dan sisi merah.
Pasangan pertama yaitu
Syclia-SRI. Tidak hanya KRI regional IV, di KRSI pun kedua tim dari ITS dan PENS ini
kembali dipertemukan melalui undian. LOKATMALA dari Politeknik Negeri Bandung
di sisi merah berkali-kali terjatuh saat berhadapan dengan Art Sabiya di sisi
biru. Awalnya kedua robot ini diam ketika music dilantunkan, selang beberapa
detik baru mereka menari. GENDING 205 terlihat kecil sekali ketika menari
dengan ELIT yang tampil dengan ukuran robot cukup besar. Sayangnya ketika juri
menghentikan music mendadak, kedua robot dari STMIK “MDP†Palembang dan
Institut Teknologi Nasional Malang ini tetap menari. Padahal seharusnya ketika
music berhenti, robot juga harus berhenti menari.
Sedangkan SISUI dari Universitas
Mercu Buana pergelangan tangan kanan robotnya terlepas saat menari dengan
No-Gleng dari Universitas Muhammadiyah Surakarta. Q-Think dan Marawis, lalu
Luviouzo dan Aadiyat. Aadiyat dengan robot besarnya mengalami nasib yang sama
dengan Art Sabiya.(humas&ent)