Tentang PENS
Selayang Pandang
Awal sejarah PENS dimulai pada tahun 1984. Japan International Cooperation Agency (JICA), badan kerja sama internasional yang didirikan pemerintah Jepang tahun 1974 guna membantu pembangunan negara-negara berkembang, berencana untuk membangun pendidikan politeknik di Indonesia dan memberikan hibah untuk pengembangan politeknik.
Bantuan hibah dan kerja sama dari JICA ini sempat ditawarkan ke beberapa kampus, namun mereka tidak segera menerima karena alasan tidak memiliki lahan yang cukup. Akhirnya bantuan dan hibah tersebut jatuh ke Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, yang bersedia menyediakan lahan sebesar 10 hektar untuk pembangunan politeknik.
Sebelum dijatuhkannya pilihan ke ITS, diawali pembicaraan oleh Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi saat itu, Ir. Oetomo Djajanegara, dengan Ketua Jurusan Teknik Elektro FTI ITS, Ir. Syarifuddin Machmud Syah, M.Sc., yang saat itu ditugaskan mengurus program percepatan insinyur di Ditjen Pendidikan Tinggi. Beliau mengatakan ke pak Syarifuddin tentang rencana JICA untuk pembangunan politeknik dengan memberikan hibah 2,5 miliar yen, tetapi dengan syarat pihak perguruan tinggi harus menyediakan lahan untuk pembangunan tersebut.
Pak Syarifuddin kemudian menyampaikan ke Rektor ITS saat itu, Ir. Hariono Sigit, BS. Beliau langsung menyambut positif dan bersedia menerima hibah tersebut untuk pembangunan politeknik di ITS dengan menyediakan lahan sebesar 10 hektar. Beliau juga langsung menunjuk pak Syarifuddin untuk mengawal rencana pengembangan politeknik tersebut.
Ir. Syarifuddin Machmud Syah, M.Sc.
Pihak JICA kemudian menindaklanjuti dengan mengadakan pertemuan formal dengan jajaran pimpinan ITS. Tim JICA, yang diketuai oleh Prof. Y. Naito dari Tokyo Institute of Technology, kemudian melakukan pengamatan dan studi kelayakan pada tahun 1986. Setahun berikutnya JICA menyetujui untuk menjalin kerja sama dengan ITS untuk pembangunan dan pengembangan politeknik. Persetujuan itu kemudian ditindaklanjuti dengan pembangunan gedung baru politeknik sebagai sarana perkuliahan.
Dalam kerja sama, pihak JICA mempunyai banyak persyaratan. Pak Syarifudin yang mengurus semua pemenuhan syarat tersebut. Salah satu syarat yang diajukan JICA adalah soal kualitas gedung yang harus berstandar Jepang. JICA mensyaratkan standar pembangunan gedung untuk politeknik sebesar Rp 50 juta/m2, dimana saat itu harga standar bangunan di Indonesia masih Rp 2 juta/m2. Karena bantuan internasional, pengawas pembangunan harus dari Pemerintah Provinsi. Pak Syarifudin melibatkan dosen-dosen Teknik Elektro ITS untuk merealisasikan pembangunan gedung politeknik tersebut. Selain mempersyaratkan standar kualitas bangunan yang tinggi, pihak JICA juga meminta lulusan politeknik nantinya bisa diterima industri. Alumni Teknik Elektro ITS yang bekerja di Telkom, PLN, Panggung Elektronik, dan lainnya, turut membantu dengan membuat surat pernyataan bahwa mereka bersedia menerima lulusan politeknik, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di perusahaan.
Problem selanjutnya adalah tidak adanya dosen. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa dosen D3 Elektro diboyong ke politeknik. Sebanyak lima dosen diperbantukan, yaitu Mohammad Nuh, Heri Mauridhy, Heny Oetami, Gatot Kusraharjo, dan Siti Halimah. Selain lima nama yang tetap merangkap jadi dosen elektro ITS, baru kemudian masuk dosen-dosen baru seperti Son Kuswadi, Titon Dutono, dan Dadet Pramadihanto.
Mengenai bidang kekhususan politeknik itu sendiri, dipilihlah Politeknik Elektro sebagai bidang pengembangan pada politeknik yang dibangun. Saat itu, ITS mempunyai 5 fakultas: FMIPA, FTI, Teknik Sipil Perencanaan, Perkapalan, dan FNGT (Fakultas Non Gelar Teknologi). Adalah Ir. Susanto, saat itu menjabat sebagai Dekan FNGT, akhirnya diberikan amanah untuk memimpin Politeknik Elektro yang akan segera dibangun itu.
Politeknik Elektronika dan Telekomunikasi (PET), 1988-1992
Pada tahun 1988, pembangunan Politeknik Elektro akhirnya rampung. Pada 15 Maret 1988, pemerintah Jepang, melalui JICA, secara resmi memberikan gedung kampus Politeknik Elektro kepada pemerintah Indonesia lengkap dengan peralatan pendidikan. Akhirnya, pada 2 Juni 1988 Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menekan tombol peresmian dibukanya pendidikan tinggi teknik ini dengan nama Politeknik Elektronika dan Telekomunikasi (PET). Sejak tahun itu pula tahun ajaran baru dimulai. Kerja sama dengan JICA pun berlanjut dengan banyaknya pengajar politeknik yang dikirim ke berbagai perguruan tinggi teknologi di Jepang. Dan sebaliknya, pengiriman beberapa ahli dari Jepang ke PENS.
Ir. Susanto
Direktur Politeknik Elektro Pertama,
yang kemudian dinamakan Politeknik Elektronika dan Telekomunikasi (PET)
Pembangunan Politeknik Elektro akhirnya rampung, dan pada tanggal 2 Juni 1988
Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menekan tombol peresmian dibukanya pendidikan tinggi teknik ini
dengan nama Politeknik Elektronika dan Telekomunikasi (PET)
Sebagai pemberi hibah dari pemerintah Jepang, peran JICA begitu kental dan melekat pada pengembangan Politeknik Elektronika dan Telekomunikasi (PET). Bukan hanya pada bentuk dan kualitas bangunan gedung, tapi budaya akademiknya pun sangat terasa. JICA tidak hanya sebatas membantu dalam pembangunan fisik gedung dan laboratorium saja, penyiapan tenaga pengajarnya pun dilakukan JICA. Peran JICA begitu kuat menancap di PET, karena para expert yang dikirim terus mendampingi orang-orang yang ada di PET.
Bantuan hibah dari JICA tergolong komprehensif. Satu rangkaian hibah tidak hanya berupa dukungan dana untuk pengadaan gedung tetapi lengkap dengan peralatan praktik beserta laboratoriumnya. Banyak cerita tentang bagaimana ketatnya JICA mengawal pendirian gedung. Kualitas dan bahan-bahan bangunan, adonan semen, hingga tebal dinding benar-benar harus klop dengan spesifikasi yang direncanakan.
Demikian juga dengan kualitas mebeler meja dan kursi, yang terbukti hingga kini masih kokoh dan berfungsi dengan baik. Barang-barang inventaris sumbangan umumnya diberi label tulisan “From People Japan”. Agaknya ini untuk menunjukkan bahwa hibah tersebut benar-benar berasal dari masyarakat negeri matahari terbit itu.
Tampak depan gedung pertama hibah dari JICA
Setelah bangunan selesai, pengawasan bukan berarti selesai. Beberapa tahun kemudian, pihak JICA juga masih memantau barang-barang yang telah dihibahkan itu. Memang selain hardware juga datang bantuan software berupa kehadiran tenaga ahli dari Jepang untuk transfer knowledge-nya. Ada tiga tahap yang diberikan JICA dalam membangun PET.
Periode pertama tahun 1988-1989. Pada periode ini para pakar elektronika dan telekomunikasi dari Institut Teknologi Tokyo didatangkan ke Surabaya. Mereka antara lain Dr. Osamu Makino, Mr. Inoy dan Mr. Naito. Mereka menyiapkan basic desain study utnuk konsep pendidikan politeknik yang ideal, menularkan ilmu dan keterampilannya kepada dosen PET. Dr. Makino sangat respek dan benar-benar perhatian dan tenaganya untuk pembangunan teknologi di Indonesia, sampai-sampai secara informal dia dijuluki rekan-rekan PENS sebagai pembela Indonesia.
Dr. Osamu Makino, JICA Expert yang ditempatkan oleh JICA di Surabaya,
yang sangat berjasa dalam menyiapkan dan membantu pengembangan PET
Dr. Osamu Makino dari JICA menyerahkan beasiswa kepada mahasiswa PENS
Periode kedua tahun 1989-1990. Pada periode ini giliran staf pengajar PET diberangkatkan ke Jepang untuk belajar metodologi pendidikan politeknik sekaligus merancang silabus, mendesain dan menyiapkan perangkat praktikum serta modul pembelajaran.
Periode ketiga 1990-1991, kembali beberapa dosen diberangkatkan ke Kosen, semacam politeknik di Jepang, untuk hal yang sama.
Setelah mendapat ilmu para dosen kemudian mengajarkan kepada mahasiswa PET angkatan pertama yang terdiri dari 120 mahasiswa. Polanya tidak hanya dosen PET yang berangkat ke Jepang. Setelah setahun mengikuti training, dosen PET disertai oleh profesor pembimbingnya datang ke Indonesia untuk mengawasi serta terjun langsung menyupervisi dan melihat pelaksanaan di lapangan. Mereka tinggal antara enam bulan hingga satu tahun. Aktivitasnya, mengembangkan bahan ajar dan menyiapkan serta membuat peralatan laboratorium.
Banyak hal positif bisa diperoleh para dosen yang mengikuti training di Jepang, di antaranya kesempatan untuk memperoleh beasiswa dan melanjutkan studi master dan doktor pada beberapa perguruan tinggi di Jepang.
Penanaman pohon persahabatan PENS dan JICA, oleh Dr. Osamu Makino, pada tanggal 13 Oktober 2008.
Sebagai bentuk penghargaan PENS untuk JICA yang telah berperan penting dalam sejarah PENS
Politeknik Elektronika Surabaya (PES), 1992-1996
Pada Juni 1991, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menata ulang keberadaan seluruh Politeknik, Institut dan sebagian Universitas di Indonesia. Kebijakan itu membuat PET diubah namanya menjadi Politeknik Elektronika Surabaya (PES) pada tahun 1992.
Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), 1996-sekarang
Lima tahun kemudian, pada 1996, nama politeknik ini kembali diubah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menjadi Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Nama itulah yang dipakai hingga kini. Penyebutan yang lazim waktu itu adalah PENS-ITS, karena masih berada di bawah naungan induk ITS.
Wajah kampus PENS dilihat dari arah barat
JICA secara spesifik, memberikan nama lain PENS versi bahasa Inggris, yaitu Electronic Engineering Polytechnic Institute of Surabaya (EEPIS). Penyematan nama “Polytechnic Institute” pada EEPIS sangat istimewa, karena istilah polytechnic institute umumnya populer dipakai di US untuk suatu institusi politeknik yang menyelenggarakan jenjang pendidikan sampai sarjana dan pascasarjana.
Padahal saat itu, PENS hanya menyelenggarakan pendidikan pada jenjang Diploma. Sepertinya, adanya pemberian nama “Polytechnic Institute”, merupakan impian dari JICA bahwa suatu saat nanti PENS akan menjadi suatu institusi pendidikan yang terus-menerus berkembang dan mampu menyelenggarakan pendidikan sampai jenjang Sarjana dan Pascasarjana.
JICA Award dan Program Diploma IV
Tahun 1997 Direktur PENS, Ir. Susanto, meninggal dunia, dan kemudian digantikan oleh Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA., sebagai Direktur kedua PENS.
Dr. Ir. Mohammad Nuh, DEA.,
Direktur Kedua PENS
PENS terus tumbuh dan berkembang pesat. Pada tahun 1999, PENS terpilih menjadi salah satu dari 5 partner JICA yang terbaik di dunia. JICA menyerahkan JICA Award ke Direktur PENS saat itu, Dr. Ir. Mohammad Nuh, sebagai penghargaan tertinggi sebagai bentuk apresiasi terhadap pesatnya kemajuan PENS dalam menjalankan proyek JICA.
Upacara penyerahan JICA Award untuk PENS pada tanggal 12 Agustus 1999
Rektor ITS, Prof. Ir. Soegiono didampingi Direktur PENS, Dr. Ir. Mohammad Nuh, bersama staf,
ketika menerima tamu JICA dari Jepang
Rombongan JICA tetap melakukan pemantauan secara rutin pada hibah yang mereka berikan
Tenaga ahli dari JICA sedang mengamati karya dosen PENS di laboratorium
Pada tahun 2002, Dr. Ir. Mohammad Nuh kemudian terpilih menjadi Rektor ITS. Direktur PENS kemudian digantikan oleh Dr. Ir. Titon Dutono, sebagai Direktur Ketiga PENS.
Dr. Ir. Titon Dutono,
Direktur Ketiga PENS
Lima tahun setelah menerima JICA Award, pada tahun 2004, JICA datang kembali untuk melihat apa yang telah mereka berikan hampir 20 tahun sebelumnya. Keberhasilan PENS mengembangkan dirinya, membuat JICA terkagum dengan apa yang pernah diberikan, dan kemudian membuat pihak JICA berkenan memberikan bantuan tahap kedua tahun 2004, dalam bentuk hibah gedung D4 dan isinya untuk penyelenggaraan program Diploma IV, yang kemudian dinamakan sebagai jenjang Sarjana Terapan.
Maka sejak pada tahun itu juga dibuka secara bertahap jenjang pendidikan Diploma IV untuk program studi Teknik Informatika, Teknik Telekomunikasi, Teknik Mekatronika, Teknik Komputer, Sistem Pembangkitan Energi, dan Teknologi Game.
Gambar tampak samping gedung D4 PENS
Hibah kedua JICA untuk PENS berupa pembangunan Gedung D4
Pada tahun 2009, Dr. Ir. Titon Dutono dilantik sebagai Direktur Telekomunikasi dan Informatika, Departemen Komunikasi dan Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informasi. Sebagai penggantinya, ditunjuklah Ir. Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D., sebagai Direktur Keempat PENS.
Ir. Dadet Pramadiahanto, M.Eng., Ph.D
Direktur Keempat PENS
PENS semakin berkembang. Impian PENS yang dibenamkan pada nama “Electronic Engineering Polytechnic Institute of Surabaya”, akhirnya menjadi kenyataan setelah melalui perjuangan panjang. Ir. Dadet Pramadihanto, memulai untuk membangkitkan impian terpendam PENS untuk menjadi politeknik yang dapat menyelenggarakan pendidikan sampai jenjang pascasarjana.
Beliau kemudian memimpin tim persiapan pascasarjana PENS dan menunjukkan Aliridho Barakbah, S.Kom., Ph.D., yang saat itu baru kembali ke PENS setelah menyelesaikan progral doktoral di Jepang, sebagai koordinator tim.
Setelah melalui perjuangan yang panjang dengan mengirimkan 8 kali proposal pembukaan program magister terapan, barulah pada bulan Nopember 2012, PENS diberikan amanah penugasan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program magister terapan pertama di Indonesia di bidang teknologi rekayasa.
Pada tahun 2012, PENS secara resmi membuka dua program studi pada jenjang magister terapan, yaitu: (1) S2 Teknik Elektro, dan (2) S2 Teknik Informatika dan Komputer.
Bersamaan dengan itu, untuk menunjang penyelenggaraan program pascasarjana, PENS mendapatkan hibah dari pemerintah Indonesia untuk pembangunan gedung pascasarjana.
Gedung Pascasarjana PENS, hibah dari pemerintah Indonesia
Waktu terus berjalan. PENS terus bergerak mengembangkan diri. Setelah 24 tahun menjadi bagian dari ITS, akhirnya PENS berdiri sebagai perguruan tinggi negeri yang mandiri. Kemandirian itu dimulai sejak keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 49/2011 tertanggal 21 November 2011, tentang statuta ITS, dimana berisi antara lain menyebutkan bahwa PENS tidak lagi menjadi bagian dari ITS.
Wacana pemisahan antara politeknik dari institusi induknya sudah ada sejak lama, dimulainya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0313/O/1991, tentang Penataan Politeknik dalam Lingkungan Universitas dan Institut Negeri. Pada Lampiran Keputusan tersebut, Menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menunjuk ITS sebagai Institut Pembina untuk penataan Politeknik Elektronika Surabaya.
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0313/O/1991,
tentang Penataan Politeknik dalam Lingkungan Universitas dan Institut Negeri
Lampiran Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0313/O/1991,
yang menyebutkan salah satunya adalah menunjuk ITS sebagai Institut Pembina untuk penataan Politeknik Elektronika Surabaya
Mengawali tahun 2012, Direktur PENS, Ir. Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D., mulai mempersiapkan PENS sebagai institusi mandiri. Beliau merapikan struktur organisasi, logo, lagu hymne, sampai ke prosesi seremonial institusi, sebagai layaknya sebagai institusi yang mandiri.
Pada tahun 2013, PENS sebagai institusi yang mandiri, untuk pertama kalinya, mengadakan pemilihan Direktur. Kemudian terpilihlah Dr. Zainal Arief, ST., MT., sebagai pengemban amanah menjadi Direktur Kelima PENS.
Dr. Zainal Arief, ST., M.T.
Direktur Kelima PENS
Melanjutkan estafet perjuangan pendahulunya, Dr. Zainal Arief mengajukan usulan Organisasi Tata Kerja (OTK) dan Statuta PENS ke Pemerintah Pusat, mengingat tahun 2012/2013 PENS sudah harus melaksanakan penerimaan mahasiswa baru secara mandiri. Usulan itu akhirnya mendapat tanggapan positif.
Pada tahun 2013, PENS diakui oleh Kemendikbud sebagai lembaga mandiri, bersamaan dengan disahkannya OTK dan Statuta Kemandirian PENS. Status mandiri ini secara legal berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 94 tahun 2014, tertanggal 17 September 2014.
Jauh sebelum mandiri, masa transisi dilakukan sejak tahun 2012 dengan berbagai perubahan. Termasuk status mahasiswa dan pembuatan statuta baru untuk PENS. Mahasiswa yang dulu diterima oleh Rektor ITS ketika penerimaan mahasiswa baru maka tetap menjadi mahasiswa PENS-ITS dengan ijazah yang dikeluarkan oleh ITS.
Sedangkan mahasiswa angkatan 2012 ke atas sudah tidak lagi sebagai mahasiswa ITS melainkan murni menjadi mahasiswa PENS.
Meskipun sudah menjadi institusi yang mandiri, PENS tetap mempunyai kedekatan ibu luhurnya, ITS. Bagi PENS, ITS merupakan guru yang baik dari sisi transfer keilmuan. Tidak sedikit dosen dan alumni PENS yang memutuskan melanjutkan studinya ke ITS. Di sisi yang lain, banyak lulusan ITS yang kemudian berkontribusi positif di PENS.
Keterkaitan program studi yang ada di PENS dan ITS inilah yang justru makin memperkuat ikatan yang telah ada.
Budaya PENS mengenai menjaga mutu dan kinerja yang baik merupakan budaya yang dibawa dari ITS yang diaplikasikan dalam kiprahnya di PENS. Termasuk nilai-nilai kebersamaan, kedewasaan, dan semangat untuk terus belajar, berkembang, serta meningkatkan kapasitas diri, merupakan bagian dari proses pembelajaran di PENS yang diadopsi dari ITS.
Inilah sepenggal kisah perjalanan PENS yang kini menjadi salah satu perguruan tinggi kelompok politeknik yang tercatat sebagai kampus pelopor, yang tidak hanya dikenal sebagai pioner dalam bidang robotika, tapi juga kampus yang menyandang sebutan sebagai kampus yang penuh dengan prestasi, inovasi dan menjalankan berbagai terobosan.
Sebut saja program magister terapan, yang baru terdifinisi dengan baik setelah disahkannnya Undang-Undang Pendidikan Tinggi No. 12 tahun 2012. Secara eksplisit menyebut politeknik boleh menyelenggarakan pendidikan tingkat magister dan doktoral. PENS tercatat sebagai politeknik pertama yang mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk menyelenggarakan program magister terapan.
PENS juga menjadi sumber daya politeknik di bidang elektronika dan turunannya. Bukan hanya untuk Indonesia, tapi untuk kawasan Asia Pasifik dan Oceania bahkan di Benua Afrika, melalui kepercayaan yang diberikan JICA untuk mendidik dosen-dosen penyelenggara pendidikan serupa lewat program pelatihan internasional, sejak 1993.
Peresmian Third Country Training Program On Education for Computer Based Industrial Automation
PENS menjadi penyelenggara Third Country Training Program pada tahun 2011 sebagai pelatihan profesional untuk negara-negara berkembang, yang disponsori oleh JICA
Di lingkup Nasional, PENS telah berhasil membina dan mengembangkan beberapa politeknik lainnya, seperti Politeknik Caltex Riau (PCR), Politeknik Negeri Bengkalis, Politeknik Negeri Banyuwangi, Politeknik Negeri Madura. Peran lainnya di lingkup Nasional adalah dalam hal menginisiasi dan mendampingi pendirian beberapa akademi komunitas.
Tentu semua itu tidak terlepas dari visi dan misi yang telah dicanangkan. Visi PENS adalah: Menjadi pusat unggulan pendidikan teknologi rekayasa di bidang emerging technology dalam skala nasional maupun internasional. PENS juga menjadi institusi pertama politeknik yang memperoleh akreditasi institusi A dan tercatat sebagai lembaga pendidikan tinggi terbaik se-Indonesia pada tahun 2015 untuk manajemen tata kelola perguruan tinggi. Pada tahun 2022 PENS juga tercatat pada SCIMAGO Institutionals Rankings (SIR) sebagai 5 besar Politeknik Terbaik di Asia pada bidang Teknik dan kampus inovasi terbaik di Indonesia.
- Susanto (1988-1997)
- Ir. Mohammad Nuh, DEA. (1997-2002)
- Ir. Titon Dutono, M.Eng. (2002-2009)
- Dadet Pramadihanto, M.Eng, Ph.D. (2009-2013)
- Dr. Zainal Arief, ST., MT. (2013-2021)
- Aliridho Barakbah, S.Kom., Ph.D. (2021-2025)
Visi
Menjadi pusat unggulan pendidikan teknologi rekayasa di bidang emerging technology dalam skala nasional maupun internasional.
Misi
- Menyelenggarakan pendidikan dengan menyediakan lingkungan dan suasana akademik yang berkualitas untuk menghasilkan lulusan yang profesional, berpikiran terbuka, kreatif dan berjiwa pemimpin, yang siap bersaing di era global.
- Sebagai sumber daya politeknik nasional, berperan aktif dalam pengembangan dan peningkatan sistem pendidikan politeknik di Indonesia.
- Melaksanakan penelitian yang berorientasi penemuan, pengembangan, kombinasi, atau integrasi dari beberapa teknologi yang sudah ada sebelumnya, menjadi teknologi baru yang membawa kemaslahatan masyarakat.
- Membangun dan mengimplementasikan nilai-nilai etika moral akademis dan sosial masyarakat.
TEMUKAN KAMI
DEPARTEMEN
PROGRAM STUDI
DOSEN
MAHASISWA
UNIT
PENGADUAN
DEPARTEMEN
PROGRAM STUDI
UNIT
MAHASISWA
INFORMASI
TEMUKAN KAMI
© 2018 Politeknik Elektronika Negeri Surabaya